Senin, 15 Juli 2013

Dari Proses & Efek; Antara Kepercayaan, Sugesti & Pengetahuan.

Pernahkah kamu melihat ramalan zodiak, dan membaca ramalan untuk bintangmu, lalu berkata "wah kok cocok yah?" lalu kamu mengikuti saran yang tertulis disana dan merasakan hasil yang lebih baik? Atau datang ke sumber air bertuah atau keramat, lalu menggunakan air untuk mencuci muka dan bertujuan ingin mendapat berkah, lalu beberapa hari kemudian nasib baik datang dan kamu anggap adalah khasiat dari air tersebut? Ataukah kamu pernah datang ke "orang pintar" atau mungkin "pemuka agama" untuk bertanya atau meminta saran untuk memperbaiki hidup, dan setelah dilaksanakan kamu merasakan hal yang baik?

Apakah hal yang terjadi pada diri kamu adalah kebetulan atau mereka memang punya kemampuan khusus yang bisa merubah takdir kamu? Lalu apa bedanya dengan orang yang berdoa langsung kepada tuhannya untuk meminta nasib baik? Bukannya hasil yang mereka dapatkan bisa mereka rasakan juga?

Bagi mereka yang tidak mengetahui, atau lebih tepatnya belum mengetahui, entah dia tidak mau mencari tahu atau terlalu percaya dengan apa yang dia rasakan tentang yang sebenarnya terjadi mungkin hasil yang diberikan "benda" selain tuhan itu bisa disetarakan dengan kekuatan yang dimiliki tuhan, malah mungkin secara tidak sadar mereka lebih percaya kepada benda atau tokohnya daripada tuhannya untuk meminta sesuatu. Tapi ketika dipelajari secara mendalam sebenarnya hasilnya jauh berbeda. Yang mereka rasakan hanyalah rasa yang dibuat-buat, dan karena mereka terlalu percaya dengan itu maka hasilnya seolah-olah terasa nyata.

Seperti misalnya yang sangat ramai beberapa tahun yang lalu adalah produk yang di dalamnya mengandung kalimat "herbal", semua berbondong-bondong membelinya, ada yang untuk dijual lagi dan kebanyakan merupakan usaha multi-level marketing yang menawarkan kepada downline untuk menjual kembali produknya yang ia dapatkan dari upline mereka. Dengan beribu janji tentang khasiat dari produknya konsumen membeli dengan harga yang relatif mahal, tapi dengan kepercayaan mereka yang berlebihan dan ditambah dengan harga yang mahal (yang mereka anggap lebih mahal itu lebih manjur), ketika mengkonsumsinya mereka membuat-buat sendiri rasa seolah-olah sembuh untuk penyakit yang mereka rasakan, padahal sebenarnya tanpa mereka meminum ramuan herbal tersebut dan tetap berfikir positif untuk kesembuhan, mereka bisa merasakan sembuh juga. Ini sama saja dengan pemberian plasebo kepada pasien di rumah sakit, atau sama juga dengan kasus yang dibuat oleh Batu Petir Ponari. Kalian yang menilai, apakah khasiat tersebut adalah sugesti yang diberikan objek atau subjek yang bersankutan saja atau benar-benar keajaiban yang terjadi secara fakta. Untuk kasus lainnya seperti ini akan saya bahas di tulisan selanjutnya.

Pada kasus lain seperti misalnya yang terjadi kepada kebanyakan orang di Indonesia adalah... Nasi!
Karena sudah dibiasakan sejak kecil, entah mengapa banyak orang bisa beranggapan lebih baik makan beberapa suap nasi daripada memakan dua porsi mie, atau satu ekor ayam goreng, atau pecel tiga porsi tanpa nasi/ketupat, dan sebagainya. Mereka merasa lemas sebelum memakan nasi, padahal jika dilihat berdasarkan nutrisi, yang dimiliki satu porsi nasi tidak sekaya yang dimiliki satu porsi mie instan, dan nasi hanya di dominasi oleh karbohidrat. Tapi mengapa mereka hanya bisa lebih kuat dengan nasi?

Fakta lainnya adalah Kopi.
Apakah kamu tahu berapa lama waktu yang dibutuhkan pencernaan untuk mulai sampai benar-benar menyerap kopi? Sekitar 1 jam, lalu efeknya mulai terasa. Dan apakah kamu tahu berapa lama efek dari kafein bertahan di tubuh? Maksimal sekitar 3 jam setelah diminum (sekitar 2 jam setelah diserap tubuh). Tapi saya lihat ketika seseorang yang katanya sedang mengantuk ketika meminum kopi kelihatannya ia bisa langsung segar dalam waktu kurang dari 10 menit saja, dan sepertinya efeknya bisa berlangsung seharian atau semalaman? Padahal yang ia minum hanyalah kopi instan, yang rendah kafein.
Malah banyak orang yang lebih memilih meminum kopi daripada sarapan pagi, dan mereka kuat tidak makan sampai sore. Hebat! (?)

Atau mungkin kalian masih percaya dengan peta rasa lidah?
Karena sejak SD sudah diajarkan kalau lidah itu memiliki bagian khusus untuk mengecap rasa yang spesifik di masing-masing bagiannya kalian juga jadi percaya dan seolah-olah merasakan peta rasa lidah itu memang benar tanpa ingin membuktikan kebenarannya secara tepat, apakah begitu? Lalu saya pernah mendengar kalimat seperti ini: "terus kenapa kalo minum obat ditaruh di lidah belakang?", tapi coba pikirkan, apa ada yang salah?

Sugesti selalu menang dari pengetahuan bukan? Tepatnya sebelum pengetahuan itu datang.

Jadi apakah kalian mau melihat suatu hal yang terjadi dari proses sampai efeknya dari sisi kepercayaan (spiritual), sugesti (berdasarkan kata orang), pengetahuan (sains) atau ingin membuktikan sendiri bagaimana terjadinya? Kamu yang menentukan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar