Hampir semua orang pernah sekolah kan? Bayangkan kamu datang di hari pertama sekolah, dan kamu belum memiliki seorang pun teman disana, apa yang kamu lakukan? Mencari teman, pastinya. Dan untuk mencari teman kamu harus memberikan kesan pertama yang bisa diterima calon temanmu, dan dia juga harus memberikan kesan yang baik untukmu sejak awal pertemuan. Di situasi dimana beberapa orang yang tidak saling kenal bertemu untuk berkenalan, biasanya sebagian besar orang melakukan suatu hal dengan maksimal, dengan kata lain, berbohong agar terlihat lebih baik. Ya, walau kamu tidak pandai dalam hal ini.
Lanjutkan membayangkan, kamu adalah anak yang biasa-biasa saja, tidak terlalu pintar dan tidak terlalu bodoh, tidak menginginkan pergaulan yang nakal dan tidak menginginkan pergaulan yang terlalu baik. Lalu kamu berkeliling melihat-lihat lingkungan dan mencari teman di sekolah barumu, kamu terus melihat dan melihat. Sebagian anak terlihat terlalu bandel, dan sebagian anak terlihat terlalu kalem dan kamu belum menemukan apa yang kamu cari. Sampai akhirnya pembagian gugus dimulai dan kamu duduk tepat di sebelah anak yang tidak lama kemudian kamu ketahui kalau dia itu banyak omong, sok tahu dan sepertinya beberapa dari perkataannya hanyalah khayalan atau bualan saja, sebut saja dia "Si A", yang jelas dia benar-benar membuat kamu bosan hanya dalam waktu 15 menit setelah berkenalan, dan kamu seperti tidak ingin berteman terlalu dekat dengannya. Tapi apa daya, sepertinya takdir berkata lain, kamu ditempatkan segugus dengan "Si A". Perlahan di hari itu juga kamu berusaha berkenalan dengan anak lainnya untuk menjaga jarak dengan "Si A".
Dan ya, sepertinya kamu sedikit berhasil, kamu hampir berteman dengan, sebut saja "Si B" dan "Si C", dan "Si A" sepertinya sudah dekat juga dengan "Si D", sampai akhirnya, di sore hari sebelum pulang, hujan turun. "Si B" sepertinya akan pulang dengan dijemput oleh orang tuanya dengan kendaraan pribadi dan "Si C" lebih memilih berlari dibawah hujan tanpa payung atau jas hujan, karena ia ditunggu oleh keluarganya dirumah. Dan kamu, berdiri di depan kelas sambil menunggu hujan berhenti. Semakin lama, semakin sedikit anak yang tersisa di sekolah, lalu "Si A" datang bersama "Si D", dan mengajak kamu untuk pulang dan mampir dulu ke rumahnya yang ada di pertengahan jalan antara rumahmu dan sekolah, dia bilang dia membawa kendaraan sendiri, dia juga bilang akan mengantar kamu pulang setelahnya. Hujan pun tidak menunjukan tanda akan mereda dalam waktu singkat, pikiranmu langsung meragu.
Apakah kamu mau menerima tawarannya? Melihat sebelumnya, mungkin sampai saat ini dia masih bertingkah sama, besar mulut. Tetapi pada saat ini ia bersikap baik kepadamu, menawarkan bantuan, tapi dibalik bantuannya dengan tawaran mampir ke rumahnya kamu pasti akan mempererat hubungan kalian, mungkin akan menjadi sahabat, ditambah lagi dengan adaya "Si D" sepertinya kalian akan lebih seperti geng dan akan lebih terikat dengan "Si A", dan tentunya dengan "Si D" juga. Haruskah kamu menerima kebaikannya untuk saat ini? Saat ini saja? Karena mungkin jika kamu menerimanya pada saat ini dan menjauhinya di hari setelahnya kamu bakal di cap sebagai "teman yang mau enaknya saja".
Jadi bagaimana? Haruskah kamu menerima tawarannya, termasuk kemungkinan menjadi sahabat baiknya? Ataukah kamu menerima tawarannya dan pergi di hari selanjutnya? Ataukah tetap berpegang kepada kesan pertamamu kepadanya sebagai orang yang berbakat untuk tidak pernah berhenti berbicara dan membual? Jika saya jadi kamu, saya akan menolaknya. Pastinya karena saya tidak mungkin bisa nyaman dengan dia, tidak peduli bagaimana baiknya dia ketika memberikan kesan kedua, kecuali jika yang kedua itu dia lakukan karena dia mau merubah sikapnya untuk kedepannya.
Yaa, ini mungkin cuma contoh kecil saja. Di luar sana masih banyak orang yang sudah terlanjur tidak senang di kesan pertama pada perkenalan, tetapi malah jadi terikat karena adaya tawaram atau mungkin kesepakatan di kesan kedua. Merasa harus membayar hutang budi tetapi terhambat dengan sifat buruk utamanya. Hari-harinya mungkin dipenuhi dengan adu mulut, salah satunya mungkin akan terus mempermasalahkan sifat buruk lawan mainnya. Mungkin jika kamu bisa bertahan atau mentoleransi sifat buruknya, ikatan kalian tidak akan terlalu bermasalah. Tapi coba bayangkan di hubungan yang lebih rumit di kehidupan yang lebih rumit. Apakah kesabaranmu akan cukup?
Terimakasih telah membaca.
Dan ya, sepertinya kamu sedikit berhasil, kamu hampir berteman dengan, sebut saja "Si B" dan "Si C", dan "Si A" sepertinya sudah dekat juga dengan "Si D", sampai akhirnya, di sore hari sebelum pulang, hujan turun. "Si B" sepertinya akan pulang dengan dijemput oleh orang tuanya dengan kendaraan pribadi dan "Si C" lebih memilih berlari dibawah hujan tanpa payung atau jas hujan, karena ia ditunggu oleh keluarganya dirumah. Dan kamu, berdiri di depan kelas sambil menunggu hujan berhenti. Semakin lama, semakin sedikit anak yang tersisa di sekolah, lalu "Si A" datang bersama "Si D", dan mengajak kamu untuk pulang dan mampir dulu ke rumahnya yang ada di pertengahan jalan antara rumahmu dan sekolah, dia bilang dia membawa kendaraan sendiri, dia juga bilang akan mengantar kamu pulang setelahnya. Hujan pun tidak menunjukan tanda akan mereda dalam waktu singkat, pikiranmu langsung meragu.
Apakah kamu mau menerima tawarannya? Melihat sebelumnya, mungkin sampai saat ini dia masih bertingkah sama, besar mulut. Tetapi pada saat ini ia bersikap baik kepadamu, menawarkan bantuan, tapi dibalik bantuannya dengan tawaran mampir ke rumahnya kamu pasti akan mempererat hubungan kalian, mungkin akan menjadi sahabat, ditambah lagi dengan adaya "Si D" sepertinya kalian akan lebih seperti geng dan akan lebih terikat dengan "Si A", dan tentunya dengan "Si D" juga. Haruskah kamu menerima kebaikannya untuk saat ini? Saat ini saja? Karena mungkin jika kamu menerimanya pada saat ini dan menjauhinya di hari setelahnya kamu bakal di cap sebagai "teman yang mau enaknya saja".
Jadi bagaimana? Haruskah kamu menerima tawarannya, termasuk kemungkinan menjadi sahabat baiknya? Ataukah kamu menerima tawarannya dan pergi di hari selanjutnya? Ataukah tetap berpegang kepada kesan pertamamu kepadanya sebagai orang yang berbakat untuk tidak pernah berhenti berbicara dan membual? Jika saya jadi kamu, saya akan menolaknya. Pastinya karena saya tidak mungkin bisa nyaman dengan dia, tidak peduli bagaimana baiknya dia ketika memberikan kesan kedua, kecuali jika yang kedua itu dia lakukan karena dia mau merubah sikapnya untuk kedepannya.
Yaa, ini mungkin cuma contoh kecil saja. Di luar sana masih banyak orang yang sudah terlanjur tidak senang di kesan pertama pada perkenalan, tetapi malah jadi terikat karena adaya tawaram atau mungkin kesepakatan di kesan kedua. Merasa harus membayar hutang budi tetapi terhambat dengan sifat buruk utamanya. Hari-harinya mungkin dipenuhi dengan adu mulut, salah satunya mungkin akan terus mempermasalahkan sifat buruk lawan mainnya. Mungkin jika kamu bisa bertahan atau mentoleransi sifat buruknya, ikatan kalian tidak akan terlalu bermasalah. Tapi coba bayangkan di hubungan yang lebih rumit di kehidupan yang lebih rumit. Apakah kesabaranmu akan cukup?
Terimakasih telah membaca.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar